BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Asma ialah penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan
dengan komponen herediter mayor, terkait pada kromosom 5,6,11,12,14,16, dan
reseptor IgE dengan afinitas tinggi, sitokin, reseptor T-sel antigen.
(Sarwono,2009:810)
Asma dapat didefinisikan sebagai dispne paroksismal yang
disertai oleh bunyi tambahan yang disebabkan oleh spasme pipa bronkus atau
pembengkakan mukosa bronkus. (Ben-Zion,1994:94).
Asma merupakan suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trachea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah,
baik secara spontan maupun sebagai hasil suatu pengobatan.(The American
Thoracic Society,1962)
2.2 Gejala klinik
` Pada
keadan ringan, hipoksia dapat dikompensasi hiperventilasi, ditandai dengan PO2
normal, penurunan PCO2, dan alkalosis respirasi. Namun, bila bertambah berat
akan terjadi kelelahan yang menyebabkan retensi CO2 akibat hiperventilasi,
ditandai dengan PCO2 yang normal.
Bila
terjadi gagal nafas, ditandai asidosis, adanya pernafasa dalam, takikardi,
ekspirasi memanjang, sianosis sentral, sampai gangguan kesadaran, keadaan ini
bersifat reversible dan dapat ditoleransi. Namun, pada kehamilan sangat
berbahaya akibat adanya penurunan kapasitas residu.
Serangan
asma dapat dimulai dengan sensasi kesesakan dada yang diikuti oleh batuk dan
bising mengi. Demam menggambarkan infeksi saluran pernafasan. Dari pemeriksaan
dada menunjukkan ronki dan bising mengi di inspirasi dan ekspirasi. Ekspirasi
memanjang.
2.3 Manifestasi klinis.
Factor pencetus timbulnya asma antara
lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan factor
psikis.penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya
penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk.
2.4 Kemungkinan komplikasi
Meliputi
emfisema mediastinum (pelebaran gelembung paru) dan mortalitas janin karena
hipoksemia berat.
2.5 Pengaruh kehamilan terhadap asma
Tidak
ada bukti klinis pengaruh kehamilan terhadap asma ataupun pengaruh asma
terhadap kehamilan. Study perspektif terhadap ibu hamil dengan asma tidak
didapatkan perbedaan kelompok yang mengalami perbaikan, menetap, atau memburuk.
Namun, ada hubungan keadaan asma sebelum hamil dan morbiditasnya pada kehamilan.
Sebanyak 20% dari ibu dengan asma ringan moderat mengalami serangan
intrapartum, serta peningkatan resiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan
dengan seksio sesaria jika dibandingkan dengan persalinan pervaginam.
2.6 Luaran kehamilan
Terdapat
komplikasi preeklamsi 11%,IUGR 12%, dan prematuritas 12% kehamilan dengan asma.
Pada
asma berat hipoksia janin dapat terjadi sebelum hipoksia pada ibu terjadi.
Gawat janin terjadi akibat penurunan sirkulasi uteroplasenter. Hipoksia
maternal menyebabkan penurunan aliran darah pada tali pusat, peningkatan
resistensi vascular pulmonal dan sistemik, dan penurunan cardiac out put.
Obat-obatan
antiasma yang biasa digunakan tidak memiliki efek samping teratogenik. Resiko
pada anak untuk terkena asma bervariasi antara 6-30%, bergantung pada factor
herediter dari ibu dan ayah penderita asma.
2.7 Penanganan asma kronis
Menurut National Asthma Education Program Expert Panel,1997, penanganan
yang efektif pada kehamilan harus mencakup hal-hal berikut ;
1. Penilaian
objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin
2. Menghindari/menghilangkan
factor presipitasi lingkungan
3. Terapi
farmakogenik
4. Edukasi
pasien.
2.8 Penanganan asma akut
Penanganan
asma akut pada kehamilam sama dengan non hamil, tetapi hospitality threshold
lebih rendah. Dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena pemberian
masker oksigen.
Asma
berat yang tidak berespon terhadap terapi dalam 30-60 menit dimasukkan dalam
kategori status asmatikus. Penanganan aktif, di ICU dan intubasi dini, serta
penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan, retensi CO2, dan
hipoksemia akan memperbaiki morbiditas dan mortalitas.
Langkah penanganan asma
pada kehamilan
Sebelum
kehamilan
Selama
kehamilan
Saat
persalinan
Pascapersalinan
|
Konseling
mengenai pengaruh kehamilan dan asma, serta pengobatan.
Hindari
factor pencetus
Rujukan
dini pada pemeriksaan antenatal.
Penyesuaian
terapi untuk mengatasi gejala. Pemantauan kadar teofilin dalam darah, karena
selama hamil terjadi hemodilusi sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi.
Pengobatan
untuk mencegah serangan dan penanganan dini bila terjadi serangan,
Pemberian
obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek sistemik pada janin.
Pemeriksaan
fungsi paru ibu
Pada
pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester III.
Konsultasi
anestesi untuk mempersiapkan persalinan.
Pemeriksaan
FEV1, PEFR saat masuk rumah sakit dan di ulang bila timbul gejala.
Pemberian
oksigen adekuat.
Kortikosteroid
sistemik (hidrokortison 100 mg i.v. tiap 8 jam) diberikan 4 minggi sebelum
persalinan dan terapi maintenance diberikan selama persalinan.
Anestesi
epidural dapat digunakan selama proses persalinan. Pada persalinan operatif
lebih baik digunakan anestesi regional untuk menghindari rangsangan pada
intubasi trakea.penanganan hemoragi pasca persalinan sebaiknya menggunakan
uterotonika atau PGE2 karena PGF dapat merangsang bronkospasme.
Fisioterapi
untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan pernafasan untuk mencegah atau
meminimalisir atelectasis, mulai pemberian terapi maintenance.
Pemberian
ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapatkan obat antiasma
termasuk prednisone.
|